Ketika Angka Menjadi Nada: Mengurai Ketakutan Matematika Lewat Irama dan Pantun

Dalam program "Sudut Mata" di Pandawa Radio 103.9 FM, Ibu Laila berbagi kisah inspiratif di balik bukunya yang berjudul "Matematika Berhias Lagu dan Pantun." Inovasi ini bukan sekadar selingan, melainkan sebuah filosofi pembelajaran yang menyentuh hati dan akal. Matematika, bagi sebagian besar siswa, seringkali menjadi subjek yang paling ditakuti, dicap kaku, dan dianggap sebagai "momok" yang menegangkan. Namun, pandangan ini berhasil dipecahkan oleh Ibu Laila, S.Pd., seorang guru matematika di SMP Negeri 10 Tanjung Pinang, yang menemukan cara unik untuk menjadikan angka dan rumus terasa akrab, bahkan merdu.
Akar Inovasi: Sastra Melayu dan Kegelisahan Mengajar
Ibu Laila mengungkapkan bahwa gagasannya menggabungkan matematika dengan seni berakar dari dua hal: kecintaan pribadi pada sastra dan keinginan kuat mengubah persepsi negatif siswa terhadap matematika.
Sejak kecil, Ibu Laila—yang lahir di Daik Lingga, pusat kebudayaan Melayu—sudah akrab dan memiliki minat besar dalam menulis pantun, puisi, dan cerpen. Dukungan penuh dari sang suami bahkan mendorongnya mengumpulkan seluruh tulisannya menjadi buku. Namun, sebagai guru matematika, ia merasa ada jurang antara hobinya dan profesinya.
Ia menyadari bahwa suasana tegang di kelas membuat siswa yang tadinya pintar pun bisa "bodoh" di hadapan matematika. Tujuannya sederhana: mengubah rasa takut menjadi rasa senang dan gembira. Ia ingin siswa menyadari bahwa di balik angka, ada ruang untuk seni.
Strategi Kreatif
Menggubah Rumus Menjadi Irama Untuk mencairkan suasana dan mempermudah pemahaman, Ibu Laila menggunakan dua media utama:
- Pantun sebagai Jembatan Materi
Pantun digunakan sebagai alat untuk membuka, menutup, atau bahkan merumuskan kembali sebuah materi, memastikan poin-poin penting pelajaran melekat dalam ingatan siswa:
- Membuka Materi Bilangan: Buah berangan tidak berduri Hendak dipanjat duduk di dahan Materi bilangan kita pelajari Bilangan bulat dan pecahan
- Merumuskan Keliling dan Luas Lingkaran: Di dalam ember si bunga Cina Batang dikerat sudah bertunas 2πr rumus kelilingnya πr² menghitung luas
- Memahami Aritmetika Sosial (Untung/Rugi): Penjualan besar dari pembelian Itulah, itulah dia untung namanya.
Menariknya, kecintaan Ibu Laila pada pantun juga menular. Ia teringat pada tahun 1997, siswa binaannya berhasil meraih juara satu lomba berpantun di RRI, membuktikan bahwa kemampuan sastra bisa diasah meski subjek utama mereka adalah eksakta.
- Lagu sebagai Penguat Memori
Irama lagu-lagu populer atau lagu anak-anak, yang lebih mudah diingat, digubah liriknya untuk memuat konsep matematika.
- Lagu Awal: Lagu "Menanam Jagung" diubah menjadi "Ayo Belajar Matematika."
- Materi Lingkaran: Untuk unsur-unsur lingkaran, ia menggunakan irama yang sedang populer, mengganti liriknya menjadi urutan unsur seperti "titik pusat, jari-jari, diameter, busur, tali busur," membuat siswa bernyanyi sambil belajar.
Filosofi Keseimbangan dan Empati dalam Mengajar
Inovasi ini berlandaskan pada filosofi mendidik yang mendalam, terutama tentang fungsi otak dan pendekatan kepada siswa:
Keseimbangan Otak Kiri dan Kanan
Ibu Laila menjelaskan bahwa matematika mengandalkan otak kiri (logika, struktur). Jika hanya otak kiri yang terus bekerja, siswa akan cepat lelah dan bosan. Pantun dan lagu berfungsi mengaktifkan otak kanan (seni, kreativitas). Interaksi antara otak kiri dan kanan ini menciptakan proses belajar yang harmonis, disebutnya sebagai ice breaking yang menyegarkan pikiran.
Analogi Matematika dalam Karakter
Untuk materi bilangan, Ibu Laila menggunakan analogi perilaku:
- Bilangan Positif: Perilaku yang baik.
- Bilangan Negatif: Perilaku yang tidak baik.
- Penjumlahan: Dijelaskan bahwa jika nilai positif (perilaku baik) lebih besar, maka hasil akhir (penilaian orang) akan positif. Ini adalah cara praktis menghubungkan rumus dengan pendidikan karakter.
Empati dan Bahasa yang Hangat
Ibu Laila menekankan bahwa mengajar harus dimulai dengan hati. Seorang guru matematika tidak boleh killer. Ia selalu memeriksa kondisi emosional siswa (sudah sarapan atau belum, sedang sakit atau tidak).
Ia mengganti istilah yang menyeramkan seperti "Pekerjaan Rumah (PR)" menjadi "Oleh-Oleh di rumah," agar siswa merasa tidak terbebani. Ia juga rajin menggunakan media sederhana yang ada di sekitar siswa, seperti tutup botol dua warna untuk menjelaskan konsep bilangan bulat. Hal ini membuat siswa lebih mudah mengerti karena mereka belajar melalui pengalaman nyata, bukan sekadar teori.
Dampak dan Harapan
Meskipun membutuhkan proses dan tidak menjamin 100% siswa akan berubah, metode ini terbukti efektif menciptakan atmosfer kelas yang gembira dan antusias. Ibu Laila juga mendapat dukungan dari rekan sejawat yang sering melibatkannya dalam kegiatan kebahasaan dan sastra.
Pada akhirnya, ia berharap metode ini dapat lebih digalakkan, sejalan dengan prinsip Pembelajaran Mendalam dan Kurikulum Merdeka yang menuntut proses belajar yang bermakna, berkesadaran, dan menggembirakan. Melalui pantun dan lagu, ia telah membuktikan bahwa angka dan rumus bukan lagi tembok penghalang, melainkan nada-nada indah yang mengiringi perjalanan belajar siswa.
Sumber: Pandawa Radio 103.9 FM - "Ketika Angka Menjadi Nada: Matematika yang Punya Irama!”
(http://www.youtube.com/watch?v=Z3DSUMKVThU)
- Hits: 6